Rabu, 04 Mei 2011

LAWAK LARANG

LAWAK LARANG
Oleh : Shaff Ra Alisyahbana

LAWAK dalam tulisan ini bukan suatu lelucon tapi boleh dibilang dari sisi khusus merupakan lelucon. Begitu juga LARANG bukan berarti tidak diperbolehkan.
LAWAK LARANG adalah salah satu dari sifat atau tingkah laku seseorang didalam bahasa Mesir disebut LAMAK DI AWAK , LAMAK DI URANG,satu diantara empat sifat yang terlaksanakan dari dulu sampai saat sekarang. Adapun sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut :
1.LAWAK LARANG ( LAMAK DIAWAK,LAMAK DIURANG ).
Sifat ini sangat payah dicari saat sekarang ini karena ini adalah tingkah laku atau perangan seorang yang berbudi luhur dan memegang teguh adat istiadat, khususnya di Ranah Nata. Orang tersebut bertingkah laku yang meneyenangkan bagi dirinya dan juga bagi orang banyak dan atas perlakuan nya tidak ada yang meresahkan orang lain bahkan disukai oleh orang banyak lainnya. Para Ulama, Umara dan Cerdik Cendikia sering bersifat Lawak Larang, itupun hanya sebagian saja.
2.LAWAK SARANG ( LAMAK DIAWAK SAKIK DIURANG ).
Sifat ini sangat banyak yang mengagumi karena mencerminkan suatu sikap yang semena-mena dan boleh disebar luaskan karena yang bersangkutan selalu senang. Bisa saja seseorang bersifat Lawak Sarang tanpa memperdulikan atas penderitaan orang lain,asalkan dia tetap senang ( Lamak di Awak). Kenapa tidak !!! Lihatlah betapa banyak dan luasnya tanah adat/ulayat Ranah Nata yang dipakai/dipergunakan/dibeli oleh pengusaha dan dijadikan sebagai lahan perkebunan dengan menyawitkan lahan mata pencaharian penduduk. Lamak diawak diberlakukan demi untuk memperkaya dirinya sendiri diatas penderitaan masyarakat (Sakik di Urang) . Pengusaha meminta atau membeli dari penguasa atas lahan tersebut, sementara sang penguasa semena-mena memberikan hak olah kepada pengusaha dengan imbalan yang berarti dengan cara membuat peta lahan diatas meja tanpa melihat tanah itu,apakah tanah adat/ulayat atau tanah Republik yang diperjuangkan/dibebaskan dari tangan penjajah, sementara penjajah tidak pernah menguasai tanah Ranah Nata, karena tetap berlaku hak adat setempat. Kenapa undang-undang itu dikangkangi demi untuk mensejahterakan para pengusaha dan menderitakan masyarakat miskin yang dhu’afa. Hukum Tanah Adat di zaman penjajahan Inggeris ( Stamford Rafles ), semua tanah adalah kepunyaan raja atau gubernement yang menyewakan tanah itu kepada kepala desa dan kepala desa menyewakannya kepada petani. Berdasarkan ini Rafles menetapkan pajak bumi (landrente).
Pasal 3 Undang- undang Pokok Agraria ( UUPA ) mengatakan bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat adat,sepanjang menurut kenyataannya masih ada,harus sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas persekutuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih tinggi. Kemudian pada pasal 5 disebutkan bahwa hukum agraria itu adalah HUKUM ADAT, sepangjang tidak bertentangan dengan ;
a.kepentingan nasional dan Negara
b.persatuan bangsa
c.sosialisme Indonesia
d.peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan Undang-undang lainnya
e.dan harus bersandar kepada HUKUM AGAMA.

3.SAWAK LARANG ( SAKIK DI AWAK LAMAK DI URANG ).
Selaku manusia, pesakitan yang kita rasakan tidak mungkin menyenangkan bagi orang lain kecuali orang lain itu tidak senang kepada kita disebabkan hasad dan dengki serta iri hati. Orang-orang ini adalah yang sedang mengidap penyakit SMS yaitu Senang Melihat orang Susah). Biasanya ini jarang terjadi dan bila terjadi disebabkan kondisi pesakitan yang di alami, tapi menyenangkan pada oranglain. Pengusaha akan bersenang hati bila masyarakat datang mengais remah disamping meja usahanya yang sedang menghitung keuntungan dari hasil perkebunan atas tanah ulayat tempat/ lahan mata pencarian masyarakat tersebut. Ironis memang, tapi demi untuk mengingkatkan perekonomian masyarakat yaitu masyarakat perusahaan ( bukan masyarakat adat).
4.SAWAK SARANG ( SAKIK DI AWAK SAKIK DI URANG ).
Ini adalah suatu sifat mau senasib dan sepenanggungan karena sama-sama menerima/mengalami penderitaan. Orang lain turut merasakan sakitnya yang kita rasakan, tapi sifat ini sulit ditemui di Ranah Nata pada khususnya. Memang ada yang bersifat Sawak Sarang karena ada sesuatu di balik itu dan mungkin saja “ Ada Udang di Balik Batu “, karena ada maksud tertentu. Mungkin saja karena mengharapkan bantuan dari kita yang sedang menderita dengan menjajinikan suatu kesenangan yang akan dicapai. Bila kita mendukungnya, dia akan memperjuangkan agar penderita an itu biaa berakhir, setelah dia dapat suatu hak kuasa untuk berbuat.
Pada masa Pilkada hal ini banyak terjadi oleh beberapa balon dengan mendekati masyarakat adat yang sedang menderita seperti masyarakat yang sedang berusaha untuk menuntut hak tanah adat/ulayatnya, maka di balon akan merapat dengan syarat harus mendukungnya. Sang Balon dengan bangga berkata “ Bila kalian memilih/mendukung saya, nanti akan saya perjuangkan tuntutan kalian hingga berhasil “. Masyarakat yang awam tentu saja merasa senang dan menetapkan pilihannya kepada balon yang berjanji itu dan memenagkannya dalam Pilkada. Kenyataannya, sudah berapa orangkah yang telah menerima kenyataan itu atas perjuangan yang berjanji diwaktu kampanye itu ???.
Dalam masalah balon itu ada (4) empat status seorang wakil kita saat sekarang ini yaitu ;
1.WAKIL RAKYAT BERSUARA RAKYAT ( WARA SURA ) yaitu seorang wakil rakyat yang berani memperjuangankan atau menyuarakan suara rakyat.
2.WAKIL RAKYAT BERSUARA PARTAI ( WARA SUPAR ) yaitu seorang wakil rakyat yang memperjuangkan suara partainya,walupun orang yang memilihnya bukan berpartai atau bukan itu partainya.
3.WAKIL PARTAI BERSUARA RAKYAT ( WAPAR SURA ) yaitu seorang wakil partai yang menyuarakan suara rakyat. Ini adalah sikap seorang wakil yang ingin membesarkan partainya dan mengutamakan kepentingan rakyat banyak.
4.WAKIL PARTAI BERSUARA PARTAI ( WAPAR SUPAR ) yaitu seorang wakil partai yang hanya menyuarakan partainya tanpa memperdulikan masyarakat banyak. Hal ini terjadi bukan berasal dari suara dukungan rakyat, tetapi orang yang diangkat partai untuk mewakili partainya.

Itulah beberapa sifat dan sikap disampaikan kiranya kita mempunyai orang yang bersifat LAMAK LARANG dan mempunyai wakil rakyat WARA SURA , agar RANAH NATA menjadi ranah yang TATA NATA PERMATA ( PERMAI, MAJU dan BERTAHTA ) untuk mewujudkan RANAH NATA nan MALAKO ( MADANI, LANCAR & KONDUSIF ) sehingga masyarakatnya menjadi RANAH NATA ( RAKYAT BENAH NASIB & TAHTA ). Baldatun Thayyibatun wa Rabbul Ghafur .Amien Ya Rabbal ‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar